Saturday, April 28, 2012

Demokrasi Mayoritarian atau Pluralis?: Seberapa Demokratiskah Amerika Serikat



Saat ini demokrasi telah mulai banyak dianut oleh banyak negara di berbagai belahan dunia. Seperti yang telah dijelaskan oleh Huntington bahwa demokrasi dalam dunia modern dimulai dari Revolusi Prancis dan Revolusi Amerika Serikat yang selanjutnya mulai menyebar ke berbagai negara di dunia dalam tiga gelombang besar, walaupun Huntington juga mencatat bahwa terdapat arus balik demokratisasi yang terjadi khususnya di Amerika Selatan. Kasus paling kontemporer adalah gelombang demokratisasi yang telah melanda Timur Tengah yang dimulai dari Tunisia dan mulai terjadi efek domino terhadap negara-negara tetangganya.
Setiap terbentuknya sebuah sistem pastilah ada role mode-nya, hal ini digunakan untuk mengukur seberapa bagus sistem tersebut ketika sedang berjalan. Begitu juga jika kita berbicara mengenai role mode dari demokrasi, jawaban yang terlintas hampir dapat dipastikan adalah Amerika Serikat. Namun seberapa demokratis-kah Amerika Serikat? Pertanyaan ini akan menjadi menarik ketika kita mengaitkan Amerika Serikat sebagai negara demokrasi dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya. Secara makna, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti orang banyak atau rakyat dan  kratos yang berarti kekuasaan. Dapat kita katakan bahwa demokrasi adalah kekuasaan yang dipimpin oleh orang banyak atau rakyat. Kita tidak akan banyak membahas mengenai prototipe demokrasi Yunani yang memiliki banyak kecacatan, seperti tidak diikutsertakannya wanita dan budak.

Pemikiran tentang Demokrasi
Setidaknya saat ini terdapat dua mayoritas utama pemikiran mengenai demokrasi, yaitu demokrasi prosedural dan demokrasi substansi. Demokrasi prosedural melihat bahwa demokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan yang menekankan pada prosedur mengenai bagaimana orang-orang mendapat akses ke pemerintah. Pembahasan utamanya mengenai pertemuan dalam membahas suatu isu, pemungutan suara pada pemilihan umum, dan pencalonan diri sebagai pejabat publik. Dalam demokrasi prosedural  terdapat empat prisip utama, yaitu Universal Participation, suatu konsep bahwa setiap orang yang terlibat dalam demokrasi harus dapat berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan pemerintahan; Political Equality, yaitu terdapat kesetaraan dalam pemberian suara, satu orang satu suara, dengan keseluruhan suara yang dihitung dengan setara; Majority Rule, sebuah prinsip bahwa suatu kebijakan kelompok harus mencerminkan preferensi lebih dari setengah dari yang berpartisipasi; dan Ketanggapan pemerintah dalam memanajemen opini publik dan memformulasikan dalam membentuk suatu kebijakan. Namun pandangan prosedural ini memiliki beberapa kelemahan seperti akan terjadi bentrokan dengan hak minoritas, karena suara mereka akan kalah oleh mayoritas.
Sedangkan teoritisi demokrasi substansi berpandangan bahwa pemerintah seharusnya berfokus pada kebijakannya, bukan pada prosedur yang menyertai dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Para teoritisi sepakat bahwa kebijakan pemerintah harus bisa menjamin kebebasan sipil (seperti kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi) dan hak sipil (pemerintah tidak dapat mengarbitrasi individu, seperti perlindungan terhadap diskriminasi dalam pekerjaan dan perumahan). Namun kesamaan pendapat ini akan berubah menjadi perbedaan yang tajam ketika pembahasan ini bergeser ke hak sosial (perawatan kesehatan yang memadai, kualitas pendidikan, perumahan yang layak) dan hak ekonomi (kepemilikan pribadi, pekerjaan tetap). Salah satu pihak menyatakan bahwa hak sosial dan hak ekonomi juga harus dapat dijamin oleh negara, sebagai salah satu pemenuhan syarat sebagai negara demokrasi. Namun pihak yang lain menyatakan bahwa manusia memang ditakdirkan berbeda dalam sosial dan ekonomi, dalam negara demokrasi tidak perlu tercapai kesetaraan dalam hak sosial dan hak ekonomi. Negara tidak perlu membuang anggarannya secara percuma untuk mensubsidi orang-orang yang kurang beruntung ini.
Jika kita kaji lebih jauh lagi, pemikiran tentang demokrasi di Amerika Serikat sudah masuk dalam demokrasi substansi. Ini dapat terlihat bahwa Amerika Serikat tidak hanya berkutat dalam masalah bagaimana prosedur untuk menjadi negara yang demokratis, tapi sudah masuk kedalam bentuk demokrasi substansi. Seperti kita ketahui, bahwa terdapat dua kubu partai politik yang saling berseteru di Amerika Serikat, yaitu Partai Demokrat yang liberal dan Partai Republik yang konservatif. Dalam ranah keadilan sosial, Partai Demokrat berpandangan bahwa harus terdapat kesetaraan sosial dalam masyarakat dengan cara meningkatkan pajak orang kaya dan perusahaan besar. Pajak tersebut yang nantinya dapat digunakan untuk membiayai program sosial yang didesain untuk membantu orang miskin dan kelas menengah. Justru terdapat pandangan sebaliknya dalam Partai Republik yang konservatif, mereka percaya bahwa keadilan yang lebih baik berasal dari masyarakat yang tidak diregulasi dan bebas berkompetisi. Partai Republik menentang redistribusi kekayaan atau usaha lainnya untuk menyetarakan hasil dianatara individu, mereka lebih menekankan pada kesempatan yang sama untuk menjadi sukses. Dari penjabaran diatas dapat terlihat bahwa Amerika Serikat termasuk dalam demokrasi substansi yang berfokus pada hasil kebijakan negara.

Model Institusional Negara Demokrasi

Negara demokrasi membutuhkan model institusi untuk mewujudkan pemerintahan yang representatif dalam pemilihan pejabat untuk membuat kebijakan. Negara demokratis harus dapat mengakomodasi berbagai kepentingan, sehingga dibutuhkan mekanisme institusional yang dapat mengubah opini publik menjadi sebuah kebijakan negara. Beberapa teoritisi demokrasi mendukung sebuah institusi yang memiliki ikatan yang erat antara kebijakan pemerintah dengan keinginan mayoritas penduduk. Sedangkan teoritisi lainnya beranggapan bahwa masalah mayoritas dan ketanggapan sebagai sesuatu yang kurang penting. Teoritisi ini tidak berprinsip pada opini masyarakat, tetapi mereka mendukung sebuah institusi yang mengizinkan sekelompok masyarakat untuk mempertahankan kepentingannya dalam proses pembuatan kebijakan publik. Dengan kata lain, nilai model mayoritarian terletak pada partisipasi rakyat secara umum, dan nilai model pluralis pada partisipasi orang dalam suatu kelompok kepentingan.
Amerika Serikat walaupun memiliki sistem pemerintahan majority rule, namun tidak menafikan adanya hak minoritas dalam menyalurkan kepentingannya dalam proses kebijakan publik. Misalnya adalah hak untuk memilih bagi perempuan dalam pemilihan umum pada 1964, serta African-American Civil Rights Movement pada tahun 1955–1968. Jadi dalam model institusi Amerika Serikat lebih condong kepada model Pluralis, dilihat dari sejarahnya banyak sekali perjuangan kepentingan yang berbasiskan kelompok.
Namun menurut Kenneth Janda model institusional plural yang berbasiskan kelompok dapat menimbulkan eksternalitas munculnya kelompok elit. Kelompok minoritas dapat berkuasa terhadap mayoritas dengan beberapa kelebihannya seperti kekayaan dan koneksi untuk melobi pemerintah. Kelompok minoritas Wall Street dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi. Kelompok Wall Street yang minoritas jika dibandingkan dengan total rakyat Amerika Serikat ini dapat mempengaruhi kebijakan Amerika Serikat, bahkan dunia dalam hal deregulasi finansial. Deregulasi finansial ini sangat menguntungkan kelompok Wall Street hingga terbentuknya bubble economy yang akhirnya pecah dan menimbulkan krisis yang parah pada tahun 2008 silam.
Namun apapun pilihan model demokrasi yang dipilih, tetap tidak ada yang terbaik diantara pilihan tersebut. Penulis disini beranggapan bahwa demokrasi hanyalah sebuah alat untuk mencapai fruit of Democracy, yakni kesejahteraan manusia.


Sumber:
- Kenneth Janda et., al., The Challange of Democracy: Government in America (Boston: Houghton Mifflin, 2002)

Debate: Democrats vs. Republicans, diakses dari http://debatepedia.idebate.org/en/index.php/Debate:_Democrats_vs._Republicans

Sonia Pressman Fuentes, The Women's Rights Movement: Where It's Been, Where It's At, diakses dari http://userpages.umbc.edu/~korenman/wmst/womens_rights.html 

Voting Rights and African Americans, diakses dari http://academic.udayton.edu/race/04needs/98newburg.htm 

0 comments: