Sejak awal tahun 1970an telah banyak
muncul isu mengenai masalah lingkungan. Masalah-masalah tersebut tidak bisa
semata-mata dikerjakan pada tingkat nasional saja. Karena negara tidak bisa
bertindak sendirian untuk menyelesaikan banyak permasalahan lingkungan yang
sedang dihadapi. Secara normatif, negara-negara yang ada seharusnya dapat
menciptakan sebuah rezim internasional yang berusaha untuk menyelesaikan
permasalahan mulai dari penipisan ozon dan pemanasan global sampe hilangnya
keanekaragaman hayati dan masalah limbah beracun.
Secara garis besar, perpolitikan
internasional dapat dibedakan dengan konflik lingkungan yang terjadi antara
Negara-negara Utara dan Negara-negara Selatan. Konflik-konflik yang terjadi
pada umumnya berkisar masalah ekonomi global, populasi dan konsumsi sumber daya
alam serta kedaulatan secara signifikan. Negara-negara Utara yang mendapatkan
keuntungan dari persiapan ekonomi yang telah mapan, cenderung untuk mengartikan
bahwa masalah lingkungan itu berbeda dari hubungan perekonomian yang ada.
Permasalahan lingkungan dipandang sebagai masalah teknis yang dapat diatasi
tanpa perlu mengubah struktur dari sistem perekonomian global, tanpa perlu
mengargumenkan prinsip pasar bebas dan logika akumulasi modal. Dalam pandangan
penganalisa lingkungan, Negara-negara Utara dan Selatan harus merestukturisasi
perekonomian secara radikal. Negara-negara Utara harus mengurangi tingkat
konsumsinya dan Negara-negara Selatan diharuskan untuk melakukan pembangunan
yang berkelanjutan dan menyediakan kebutuhan bagi populasinya.
Namun menurut studi yang dilakukan
dan digunakan oleh Negara-negara Selatan bahwa konsumsi yang dilakukan
Negara-Negara Utara lebih berpengaruh untuk menciptakan kerusakan lingkungan
sekarang ini. Sebagai contoh adalah soal penggunaan bahan bakar fosil, terdapat
perbedaan yang sangat curam dalam penggunaan emisi karbon fosil perkapita.
Amerika Serikat mengeluarkan sekitar 5.7 ton karbon per orang setiap tahun,
sedangkan India mengeluarkan hanya sekitar 0.4 ton. Dengan kata lain, Richard
Falk menyatakan fakta bahwa 85 persen pendapatan dunia hanya dinikmati oleh 23
persen penduduk dunia yang hidup di Utara, sedangkan 77 persen sisa populasi di
Selatan hanya memperebutkan 23 persen kekayaan yang tersisa.
Konflik selanjutnya yang sering
terjadi adalah permasalahan kedaulatan. Negara-negara Selatan melihat bahwa
Negara-negara Utara berusaha menekan mereka untuk melakukan pembangunan
berkelanjutan dan memasukan permasalahan lingkungan sebagai agenda
pembangunannya. Hal ini tentu akan memberatkan Negara-negara Selatan, sebab mereka
ditekan untuk menyejahterakan masyarakatnya namun di sisi lain mereka ditekan
untuk memperhatikan lingkungannya. Ironi dengan Negara-negara Utara sebagai
penyebab determinan dari kerusakan lingkungan yang hanya dituntut untuk
mengurangi konsumsinya saja.
Prinsip kedua dari Rio Declaration, menyatakan bahwa Negara
dalam hukum internasional adalah pemiliki kedaualatan untuk mengeksploitasi
sumber daya alamnya yang mengikuti kebijakan lingkungan dan pembangunan mereka. Permasalahan inilah yang dipandang oleh
kelompok peduli lingkungan bahwa dibutuhkannya sebuah otoritas kedaulatan
diatas Negara untuk bisa mengatur permasalahan lingkungan. Hal ini dibutuhkan
untuk melindungi negara-negara tersebut dari degradasi lingkungan yang akan
mengurangi kualitas hidup manusia. Permasalahan lingkungan tentu akan
bertentangan dengan pembangunan ekonomi di negara-negara seperti Indonesia,
Brazil, dan China yang sedang memacu pertumbuhan perekonomiannya. Maka
sangatlah dibutuhkan transfer teknologi dan bantuan finansial agar
negara-negara ini bisa melindungi lingkungannya.
Selain dominasi antara Negara-negara
Utara terhadap Negara-negara Selatan, kini munculah Transnational Corporation (TNCs). Menurut analis peduli lingkungan
aktor baru yang muncul ini akan menjadi hambatan dalam menghadapi pembangunan
yang efektif dari rezim berbasiskan lingkungan. Hal ini bermula dari Konferensi
Bretton Woods pada tahun 1944, setelah berakhirnya Perang Dunia II Amerika
Serikat melihat bahwa tata tertib perekonomian dunia kedepannya akan berbasiskan
pada prinsip pasar bebas. Berdasarkan Konferensi Bretton Woods maka dibentuklah
institusi seperti World Trade
Organisation (WTO), International
Monetary Fund (IMF) dan World Bank.
Lembaga-lembaga ini berfungsi untuk memberikan modal pinjaman bagi berbagai
negara yang membutuhkan dengan syarat harus menderegulasikan sistem keuangan
mereka, dengan kata lain harus menerima prinsip pasar bebas. Hal tersebut
semakin terlihat perbedaannya pada akhir tahun 1990an, terbentuknya iklim
perekonomian global dan masuknya TNC dan pasar keuangan global.
Mereka memakai prinsip trickle down effect bahwa kemajuan
perekonomian Negara-negara Utara akan terasa di Negara-negara Selatan semakin
dipertanyakan. Kenyataannya adalah muncul krisis hutang pada tahun 1980an, kebijakan
kondisi pembayaran dan penyesuaian struktural, jarak antara negara kaya dan
negara miskin semakin jauh. Sumber daya alam di Negara-negara Selatan secara
konsisten telah dieksploitasi untuk membantu menyeimbangkan defisit pembayaran.
WTO sebagai institusi keuangan global
berhasil memproteksi perekonomian Negara-negara Utara dan disaat yang sama
menghilangkan hambatan perdagangan di Negara-negara Selatan. Contohnya dengan
melakukan kebijakan trade-related
investment measures (TRIMS) dan trade-related
property right (TRIPS). TRIMS telah membuka sektor finansial dan asuransi
dunia, sektor perekonomian yang sensitif dimana perusahaan Negara-negara Utara
dalam posisi mendominasi. Sedangkan TRIPS memperbolehkan perusahaan untuk
mengambil paten dari berbagai material biologis. Peter Wilkin berpendapat bahwa
TRIPS memungkinkan TNCs Negara-negara Utara untuk mengambil paten dari berbagai
materi genetik, agrikultural, dan obat-obatan parmasi yang aslinya secara
praktik historis adalah kepunyaan dari petani Negara-negara Selatan, kominitas
dan yang lainnya. Dengan memiliki hak paten yang terjamin, TNC yang berbasiskan
Negara-negara Utara akan bebas untuk menjual komoditas tersebut kembali lagi ke
Negara-negara Selatan dengan harga yang menguntungkan. Dengan kata lain
Negara-negara Utara berusaha melakukan tindakan untuk merubah sistem dengan
mendapatkan keuntungan (dalam ekonomi) untuk mereka.
0 comments:
Post a Comment