Berbicara
tentang globalisasi, tentu hampir bisa dipastikan apa yang dipikirkan setiap
orang akan berbeda-beda. Sampai saat ini belum ada definisi globalisasi yang
secara umum dapat diterima secara luas, kecuali hanya gambaran umum saja
mengenai globalisasi, seperti “peningkatan keterkaitan global”, “intensifikasi yang
cepat dalam relasi sosial budaya”, “pemampatan ruang dan waktu”, “serangkaian
proses yang kompleks, yang didorong oleh pengaruh ekonomi dan politik”, dan
“perpindahan dan arus yang relatif tak terbendung dalam hal modal, orang, dan
gagasan yang melintasi batas-batas negara”.
Banyak perdebatan yang terjadi
diantara akademisi mengenai definisi tentang globalisasi, diantaranya ada yang
bersikap skeptis tentang definisi globalisasi dan yang lainnya berusaha
memaknai globalisasi dari paradigma tertentu. Terdapat tiga kelompok ilmuwan
yang bersikap skeptis mengenai definisi globalisasi. Kelompok Pertama beranggapan bahwa penggunaan istilah globalisasi
yang kabur dalam wacana akademik. Mereka beranggapan bahwa istilah globalisasi
digunakan oleh ideolog dengan nilai dan makna yang meneguhkan agenda politik
mereka sendiri. Kelompok Kedua
beranggapan bahwa proses globalisasi terjadi hanya terbatas pada wilayah
tertentu saja. Mereka beranggapan bahwa pada dasarnya globalisasi adalah
fenomena ekonomi dan segala penigkatan aktivitas ekonomi transnasional ini
tampaknya hanya terbatas pada negara-negara industri maju. Kelompok Ketiga berpendapat bahwa proses globalisasi bukanlah
sesuatu yang baru. Menurut mereka proses globalisasi telah berlangsung sejak
lima abad silam dalam bentuk kolonialisme dan imperialisme.
Selain itu sebagian ilmuwan
globalisasi merupakan sebuah fenomena yang terjadi dilihat dari sudut proses
ekonomil, politik, dan kultural. Globalisasi
sebagai proses ekonomi berpandangan bahwa esensi dari globalisasi adalah meningkatnya
keterkaitan ekonomi nasional melalui perdagangan, aliran keuangan, dan
investasi langsung melalui perusahaan-perusahaan multinasional. Selain itu,
terjadi perubahan aliran teknologi, perdagangan, dan investasi yang melintasi
batas negara menjadi semakin deras. Mereka menggunakan pendekatan
institusionalisme yang mengacu pada pendirian organisasi-organisasi ekonomi
internasional seperti, International
Monetary Fund (IMF), World Bank, World
Trade Organization (WTO), dan Trans-national
corporations.
Terdapat empat pandangan yang
berbeda melihat globalisasi dalam paradigma politik. Kelompok Pertama berpandangan bahwa politik dibuat nyaris tidak
berdaya menghadapi kedigdayaan tekno-ekonomi yang dapat menghancurkan fungsi
pemerintah dalam hal kebijakan dan regulasi. Kombinasi antara kepentingan
ekonomi dan inovasi teknologi yang membuat peran pemerintah tereduksi menjadi
kaki-tangan pasar bebas. Kelompok Kedua
menolak determinasi ekonomi terhadap politik. Menurutnya, yang ada hanyalah
keputusan politik yang dibuat pemerintah untuk mengurangi restriksi
internasional pada modal, karena pandangan ini bersandar filosofis dari agen
manusia yang aktif. Kelompok Ketiga,
mereka beranggapan bahwa globalisasi didorong dari kombinasi percampuran dari
faktor teknologi dan politik. Dalam hal ini bisa teknologi yang akan
mempengaruhi politik, atau sebaliknya politik yang akan mempengaruhi teknologi.
Kelompok Keempat, melihat globalisasi
politik terutama sebagai perspektif tatanan global (global governance). Hal ini terkait bagaimana respon berbagai
negara dan lembaga multilateral terhadap aliran transnasional sistem politik
dan ekonomi yang melintasi batas wilayah negara. Globalisasi akan menyingkirkan
kedaulatan pemerintahan nasional, sehingga mengurangi relevansi negara-bangsa.
Globalisasi
sebagai proses kultural, para pendukungnya beranggapan bahwa terdapat
hubungan antara proses globalisasi dengan perubahan kultural kontemporer. Arus
kultural global dikendalikan oleh perusahaan media internasional yang
memanfaatkan berbagai teknologi informasi mutakhir untuk membentuk masyarakat
dan identitas. Ketika citra dan gagasan tersebut dialirkan dengan cepat dan
mudah antara satu tempat dan tempat lainnya, maka proses tersebut akan
berdampak besar pada cara orang dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.
Setidaknya terdapat lima dimensi konseptual atau “landscape” yang dibentuk oleh arus kultural global: etnoscapes (perpindahan populasi yang
melahirkan turis, imigran, pengungsi, dan pelarian); technoscapes (perkembangan teknologi yang mendorong bangkitnya
Trans-national corporations); finanscapes
(aliran kapital global); mediascapes
(kemampuan elektronik untuk memproduksi dan menyebarkan informasi); dan ideoscapes (ideologi-ideologi) negara
dan gerakan sosial)
0 comments:
Post a Comment