Monday, April 16, 2012

Globalisasi adalah Keniscayaan ataukah Mitos: Sebuah Perdebatan Akademis



Berbicara tentang globalisasi, tentu hampir bisa dipastikan apa yang dipikirkan setiap orang akan berbeda-beda. Sampai saat ini belum ada definisi globalisasi yang secara umum dapat diterima secara luas, kecuali hanya gambaran umum saja mengenai globalisasi, seperti “peningkatan keterkaitan global”, “intensifikasi yang cepat dalam relasi sosial budaya”, “pemampatan ruang dan waktu”, “serangkaian proses yang kompleks, yang didorong oleh pengaruh ekonomi dan politik”, dan “perpindahan dan arus yang relatif tak terbendung dalam hal modal, orang, dan gagasan yang melintasi batas-batas negara”.

Banyak perdebatan yang terjadi diantara akademisi mengenai definisi tentang globalisasi, diantaranya ada yang bersikap skeptis tentang definisi globalisasi dan yang lainnya berusaha memaknai globalisasi dari paradigma tertentu. Terdapat tiga kelompok ilmuwan yang bersikap skeptis mengenai definisi globalisasi. Kelompok Pertama beranggapan bahwa penggunaan istilah globalisasi yang kabur dalam wacana akademik. Mereka beranggapan bahwa istilah globalisasi digunakan oleh ideolog dengan nilai dan makna yang meneguhkan agenda politik mereka sendiri. Kelompok Kedua beranggapan bahwa proses globalisasi terjadi hanya terbatas pada wilayah tertentu saja. Mereka beranggapan bahwa pada dasarnya globalisasi adalah fenomena ekonomi dan segala penigkatan aktivitas ekonomi transnasional ini tampaknya hanya terbatas pada negara-negara industri maju. Kelompok Ketiga berpendapat bahwa proses globalisasi bukanlah sesuatu yang baru. Menurut mereka proses globalisasi telah berlangsung sejak lima abad silam dalam bentuk kolonialisme dan imperialisme.

Selain itu sebagian ilmuwan globalisasi merupakan sebuah fenomena yang terjadi dilihat dari sudut proses ekonomil, politik, dan kultural. Globalisasi sebagai proses ekonomi berpandangan bahwa esensi dari globalisasi adalah meningkatnya keterkaitan ekonomi nasional melalui perdagangan, aliran keuangan, dan investasi langsung melalui perusahaan-perusahaan multinasional. Selain itu, terjadi perubahan aliran teknologi, perdagangan, dan investasi yang melintasi batas negara menjadi semakin deras. Mereka menggunakan pendekatan institusionalisme yang mengacu pada pendirian organisasi-organisasi ekonomi internasional seperti, International Monetary Fund (IMF), World Bank, World Trade Organization (WTO), dan Trans-national corporations.

Terdapat empat pandangan yang berbeda melihat globalisasi dalam paradigma politik. Kelompok Pertama berpandangan bahwa politik dibuat nyaris tidak berdaya menghadapi kedigdayaan tekno-ekonomi yang dapat menghancurkan fungsi pemerintah dalam hal kebijakan dan regulasi. Kombinasi antara kepentingan ekonomi dan inovasi teknologi yang membuat peran pemerintah tereduksi menjadi kaki-tangan pasar bebas. Kelompok Kedua menolak determinasi ekonomi terhadap politik. Menurutnya, yang ada hanyalah keputusan politik yang dibuat pemerintah untuk mengurangi restriksi internasional pada modal, karena pandangan ini bersandar filosofis dari agen manusia yang aktif. Kelompok Ketiga, mereka beranggapan bahwa globalisasi didorong dari kombinasi percampuran dari faktor teknologi dan politik. Dalam hal ini bisa teknologi yang akan mempengaruhi politik, atau sebaliknya politik yang akan mempengaruhi teknologi. Kelompok Keempat, melihat globalisasi politik terutama sebagai perspektif tatanan global (global governance). Hal ini terkait bagaimana respon berbagai negara dan lembaga multilateral terhadap aliran transnasional sistem politik dan ekonomi yang melintasi batas wilayah negara. Globalisasi akan menyingkirkan kedaulatan pemerintahan nasional, sehingga mengurangi relevansi negara-bangsa.

 Globalisasi sebagai proses kultural, para pendukungnya beranggapan bahwa terdapat hubungan antara proses globalisasi dengan perubahan kultural kontemporer. Arus kultural global dikendalikan oleh perusahaan media internasional yang memanfaatkan berbagai teknologi informasi mutakhir untuk membentuk masyarakat dan identitas. Ketika citra dan gagasan tersebut dialirkan dengan cepat dan mudah antara satu tempat dan tempat lainnya, maka proses tersebut akan berdampak besar pada cara orang dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Setidaknya terdapat lima dimensi konseptual atau “landscape” yang dibentuk oleh arus kultural global: etnoscapes (perpindahan populasi yang melahirkan turis, imigran, pengungsi, dan pelarian); technoscapes (perkembangan teknologi yang mendorong bangkitnya Trans-national corporations); finanscapes (aliran kapital global); mediascapes (kemampuan elektronik untuk memproduksi dan menyebarkan informasi); dan ideoscapes (ideologi-ideologi) negara dan gerakan sosial) 

0 comments: